Bibir Merah Jambu

Ananda Althafunnisa


Jalanan mulai ramai oleh suara klakson dari mobil yang tidak sabar menunggu berakhirnya macet. Matahari sudah tak sepanas empat jam yang lalu. Orang-orang pulang dari tempatnya beraktivitas hari itu. Bis-bis mulai berebutan penumpang meski sudah penuh sesak. Aku turun dari bis dengan kepayahan, melawan arus penumpang yang berebutan untuk naik. Keputusan keliru memilih bis saat jam sudah menunjukkan pukul lima sore.
Hari itu aku harus berbelanja keperluan bulanan, meskipun lelah dan penat menyerang. Aku masuk ke dalam swalayan. Air Conditioner menyentuh kulit yang panas karena berdesakan tadi. Langsung saja aku menuju tempat Hand Body Lotion, membeli segala yang aku butuhkan dan segera pergi ke kasir. Tak perlu waktu lama untukku keluar.
Macet semakin menjadi. Aku putuskan untuk berjalan ke halte utara, disana tak begitu ramai dan mudah dijangkau oleh bis yang lewat. Tapi sebuah sentuhan menghentikanku. Kutengok kebelakang, seorang gadis kecil berumur sekitar enam tahun. Dari baju yang ia kenakan, terlihat sebuah kehidupan yang kurang.  Bajunya kekecilan, terpaksa untuk dipakai, warnanya pun tak lagi cerah, kusam dan penuh noda.
Ia menyerahkan selembar uang lima ribuan kepadaku. Dahiku mengernyit.
“Ini tadi uang mbak jatuh. Disitu.” Ujarnya sambil menunjuk tempatku tadi berhenti sejenak.
 ...


baca selanjutnya dengan download disini : http://www.ziddu.com/download/19061518/BIBIRMERAHJAMBU.docx.html

Comments

Popular Posts