Wanita Pemberi Pasung dalam "PIJAR HEROIK"
Salah satu Flash True Story karangan saya yang ikut disatukan dalam buku diatas,
WANITA PEMBERI PASUNG
Wanita
Pemberi Pasung
Semenjak
umurku masih hitungan bulan hingga sekarang, ibu tak pernah memperkenalkanku
kepada kemudahan dalam kamus kehidupan .
Ia sangat tegas dalam mendidik dan tak enggan memukul untuk kesalahan yang
melampaui batas. Kebebasan tak pernah ia limpahkan pada udara yang aku hirup. Sedikit
saja aku meminta itu, maka kemarahannya yang akan menjawab. Seperti ketika aku
masih duduk di bangku sekolah dasar, waktu bermainku hanya sebatas siang, itupun
hanya dalam radius satu kampung. Jika aku terlambat pulang karena terlalu asyik
bermain boneka atau masak-masakan, aku harus mau mendengarkan nasihat yang
bercampur kemurkaan dan merelakan pahaku untuk membiru karena cubitan.
Meski
umurku bertambah, tak ada perubahan signifikan pada peraturan yang ibu berikan.
Usai sekolah harus langsung pulang, belajar kelompok maksimal satu kali dalam
dua minggu, setiap sore harus membantunya mencuci piring, menyapu, dan menjaga
adikku yang masih berusia satu tahun kemudian malamnya harus belajar untuk
pelajaran esok karena ‘Nilai Terbaik’ adalah kata favoritnya. Kata yang sejak
umur enam tahun senantiasa menampar wajahku kala hendak berpaling dari
penjelasan guru atau berbincang dengan teman sebangku, juga kata yang membuatku
berdebar keras dan berkeringat dingin setiap kali memandangnya membuka raporku.
Memasuki
sekolah menengah pertama yang menjadi masa awal untuk merasakan indahnya kehidupan
remaja, kebebasan tak ia berikan sebagaimana seharusnya aku mendapatkan.
Terciptalah aku, seorang gadis desa yang
pintar tapi tak pandai bergaul. Gadis yang pantas menjadi tokoh utama
seandainya ada cerita berjudul ‘Gadis Desa di abad 21’. Aku mencoba memberontak
dengan melepaskan ‘pasung’ itu secara perlahan di tahun kedua. Sebisa mungkin
aku menjadi gadis normal seperti lainnya yang berteman bebas dengan banyak
remaja laki-laki, bepergian bersama pacar saat malam minggu, membeli alat
kosmetik yang lengkap dan hal-hal lain yang bisa membuatku terlihat menarik.
Beberapa
bulan berikutnya, aku berhasil mengubah agendaku usai sekolah menjadi ‘Facebook-an di Warung Internet’, bermain
ke rumah teman, pulang larut sore dan aku juga berhasil memiliki seorang pacar
di belakang pengawasannya. Berkat bantuan para sahabat perempuanku aku mengerti
tentang acara hang-out, fashion,
dan remaja laki-laki, yang dulu hanya dapat aku lihat dalam FTV remaja. Kepercayaannya
teratasi dengan alasan-alasan palsu yang aku pelajari dari lingkungan baruku.
Mereka sangat baik dalam membantuku
keluar dari kehidupan kelabu menuju goresan-goresan warna kehidupan
remaja yang senantiasa tertawa. Cerita ‘Gadis Desa di abad 21’ telah kuakhiri.
Ia teronggok lemah menjadi lembaran berdebu pada tumpukan buku-buku lama.
***
“Kasihan
ya Ayu, tadi pagi dia ditemukan pingsan di pojok gang, pas bangun dia linglung
lupa semuanya. Kayaknya tadi malem dia mabuk sama para cowok yang biasa
nongkrong di situ, kemungkinan juga dia diberi pil. Sampai sekarang dia masih
belum ingat. . .” secara tak sengaja aku mendengar seorang tetanggaku yang
sedang mengobrol dengan ibu-ibu lainnya saat berjalan pulang menuju rumah. Aku
menelan ludah. Ayu adalah salah satu sahabatku.
Langkah
aku percepat. Terlintas wajah para sahabatku yang dulu telah menyuguhkan dunia kebebasan.
Ayu terlibat pemakaian narkoba beberapa waktu lalu dan hari ini ditemukan
pingsan. Tika, sahabat karibku saat di SMK menjadi depresi dan kemudian pergi bersama
kekasihnya meninggalkan sekolah dan keluarganya. Beberapa sahabat perempuanku
yang lain kini telah kehilangan kesuciannya karena pacaran yang melampaui
batas. Temanku lainnya semakin terbuai dengan dunia malam dan pulang pagi
hampir setiap hari. Kehidupan mereka menjadi topik utama para ibu yang
berbelanja di awal pagi, atau bahan perbincangan para bapak yang bertugas ronda
malam.
“Assalamu’alaikum.”
ucapku saat memasuki rumah. Kutengok adikku tertidur pulas di samping ibu.
“Tutup maneh kui lawange!”[1]
pinta ibu kepadaku sebelum ia terpejam lagi.
“Nggih, Buk.”[2]
Aku
lepas kerudung dan tas kemudian beranjak mengambil air wudhu untuk sholat
ashar.
Berkelebat
cepat masa-masa pemberontakan dulu. Wajah para sahabat, mantan pacar, dan
gemerlap kehidupan lama mengusik ketenangan doaku. Aku letakkan mukena kemudian
berkaca. Gadis di cermin telah bertambah
dewasa menuruti hukum waktu. Roknya kini abu-abu dengan pangkat tiga tersemat
pada lengan kiri. Seragamnya berdasi dengan sebuah nama sekolah favorit
bertengger di lengan kanan. Kemeja putihnya menjadi kusam karena telah dicuci
ratusan kali.
Otakku
memutar sebuah kejadian sebelum aku memasuki lingkungan SMK. Suatu malam, aku bertindak
dengan sangat ceroboh karena lupa menghapus SMS
dari kekasihku hingga terbaca oleh ibu. Tak ada lagi kekuatan bagiku untuk
beralasan atau berlari menghindari kemarahan. Aku terduduk lemas, berkeringat,
memintal jemari karena gugup dalam kediaman yang menyiksa detak jantung. Seluruh anggota keluarga berkumpul
memposisikan aku sebagai terdakwa. Ia membuka setiap SMS dengan raut murka. Aku hanya mampu menangis, mengharap ampunan.
Sidang berakhir dengan keputusan bahwa aku harus mengakhiri hubungan itu dan
melanjutkan hidup serta sekolahku di bawah pengawasan yang lebih mencekik tanpa
pacaran.
Aku
tersadar dari lamunan. Kudapati genangan air di ujung mata. Penyesalanku
bercampur dengan rasa syukur. Kehadirannya yang telah mengajariku ‘rasa sakit’
dalam setiap langkah menuju kebahagiaan dengan menjadikan aku sebagai pemeran
cerita ‘Gadis Desa di abad 21’. Pasungnya lah pelindungku sesungguhnya dari
keganasan dunia. Aku berjanji kan menoreh namanya di halaman akhir cerita, yang
sepertinya akan bahagia. Aamiin.
Semarang, 22 Agustus
2012.
[1]
Tutup kembali pintunya
[2]
Baik, Bu
PIJAR HEROIK #2
Genre : Kumpulan kisah nyata tentang perjuangan Ibu
Penulis : Boneka Lilin et Boliners
Editor : Boneka Lilin
Layout : Boneka Lilin
Genre : Kumpulan kisah nyata tentang perjuangan Ibu
Penulis : Boneka Lilin et Boliners
Editor : Boneka Lilin
Layout : Boneka Lilin
Design Cover : Ary Hansamu Harfeey
Penerbit : Penerbit Harfeey
ISBN : 978-602-18917-1-1
Tebal : 165 Hlm; 14,8 x 21 cm (A5)
Harga : Rp40.000,-
Penerbit : Penerbit Harfeey
ISBN : 978-602-18917-1-1
Tebal : 165 Hlm; 14,8 x 21 cm (A5)
Harga : Rp40.000,-
Buku inspiratif ini sudah bisa diorder melalui inbox FB Penerbit Harfeey, atau sms ke nomor 081904162092. Mari membaca kisah tentang sosok heroik sepanjang masa! :)


Comments
Post a Comment
Tulis komentar anda disini
dengan bahasa lugas dan santun, Terimakasih